Pengenalan Budaya dan Bahasa Jepang
- Oleh Luh Lindayani
- Thursday 05/08/2021
- Kelompok 114, Kelompok, Kelompok
“Learn to light a candle in the darkest
moments of someone’s life. Be the light that helps others see; it is what gives
life its deepest significance.”
Roy T. Bennett, The Light in the Heart
Pengalaman itu adalah guru yang
baik, tapi ilmu pengetahuan adalah penuntun dan bekal yang berguna untuk
mempersiapkan diri menapak masa depan. Mengalami sesuatu secara langsung adalah
hal yang sangat berharga sekaligus pelajaran yang akan berguna untuk melatih
kecakapan kita. Namun, tanpa dibekali pengetahuan dasar, pengalaman yang
harusnya menjadi hal yang membangun, malah menjadi hal yang membuat kita
kesulitan untuk menginjak kehidupan sosial lagi.
“Learn from the
mistakes of others. You can’t live long enough to make them all yourself.”
– Eleanor Roosevelt
Sama halnya dengan semua
masyarakat sasaran saya, saya sekali pun belum pernah menginjakkan kaki saya di
Negeri Sakura. Namun saya telah mendengar banyak pengalaman dari orang yang
pernah tinggal di sana dan orang Jepang itu sendiri. Pengalam-pengalaman yang
telah saya dengar menjadi informasi-informasi penting yang dapat membantu saya
terhindar dari hal-hal yang tidak perlu. Menurut saya ini sangatlah praktis,
maka dari itu saya membuat program pengenalan budaya dan bahasa Jepang.
Melihat dan mendengar
bagaimana orang Jepang sangat memperhatikan karakter sesorang dari bagaimana
orang tersebut berinteraksi dan berekspresi, menurut saya ada 3 poin penting
yang akan sangat dihargai dan berkesan bila orang asing dapat
memperlihatkannya, yaitu:
1. Rasa syukur dan terima kasih
2. Rasa bersalah
3. Mementingkan kenyamanan bersama
Selama melakukan kegiatan
pengenalan huruf Jepang secara online dan offline, saya menyelipkan
kegiatan-kegiatan pengenalan budaya dan bahasa Jepang, serta pengenalan
lingkungan geografis Jepang.
Rata-rata hal-hal yang
dibahas sudah diketahui oleh masyarakat sasaran dari anime, drama Jepang, dan
pelajaran Bahasa Jepang di sekolahnya. Namun, untuk penggunaan
ungkapan-ungkapan bahasa Jepang secara pasti, mereka masih belum terlalu
memahaminya. Sehingga selama kegiatan pengenalan ini mereka memiliki banyak
sekali pertanyaan untuk mengisi keingintahuan mereka.
Kami tidak hanya membahas
hal-hal tersebut dengan serius, terkadang dari saya atau dari mereka sendiri
ada yang membuat lelucon dan kami tertawa bersama. Misalnya saja ketika
membahas tentang todofuken, karena
saya menggunakan full kanji dan hiragana, ada yang bercanda kepalanya tiba-tiba
pusing, ada juga yang mengatakan rasanya ingin muntah. Benar-benar lucu sekali.
Saat berbicara mengenai aisatsu mereka cukup tertarik mengetahui
perbedaan dari setiap ungkapan yang muncul terutama di bagian akhir slide. Selain
itu, mereka juga cukup kebingungan dengan ungkapan-ungkapan di bagian cara
mengucapkan rasa terima kasih dan meminta maaf, karena ada lebih dari satu cara
untuk mengungkapkan kedua rasa itu.
Selain itu, saya juga
menjekasan Ojigi yang merupakan budaya
membungkukan badan untuk menyapa, berterima kasih, hingga meminta maaf.
Pembagiannya ada 3 dan ini hal penting yang harus diketahui bila akan pergi ke
Jepang.
Materi-materi yang tidak
kalah penting juga adalah aturan dalam menggunakan trasportasi umum untuk
menghindari diomeli oleh orang Jepang disana, serta aturan tentang sampah.
Setelah mendengar penjelasan saya, ada yang beranggapan kalau membuang sampah
di Jepang itu cukup ribet dan tidak bisa sesembarangan di Indonesia. Misalnya
saja, khusus untuk membuang barang berukuran besar, harus menghubungi orang
dari perusahaan pengurus sampah dan membayar biaya pembuangan. Selain itu,
membuang sampah dengan kantong plastik khusus tentunya sangat memakan biaya
juga. Biasanya di Indonesia kita bisa menggunakan kantong plastik bekas hingga
karung untuk membuang sampah.
Di luar materi-materi yang
telah saya siapkan, ketika berbincang santai saat istirahat bersama dengan
masyarakat sasaran offline, saya juga menceritakan beberapa hal yang pernah
saya alami ketika berinteraksi dengan orang Jepang. Misalnya saja tentang
tempat-tempat wisata di Jepang, kehidupan sosial di sana, dan moto yang dibawa
oleh orang Jepang untuk menjalani kehidupan mereka, misalnya saja “in time”. Walaupun bertemu secara
langsung di kampus hanya sebentar dengan mahasiswa dan dosen dari Iwate
University, saya telah mengerti banyak. Selain itu, saya memiliki seorang teman
orang Jepang, komunikasi kami pun bisa dibilang cukup intens selama 2 tahun.
Sebelumnya saya memiliki rencana untuk mempertemuakan teman saya ini dengan
masyarakat sasaran saya, namun dikarenakan sekarang sedang ada Olimpic Ia harus
melakukan tugasnya sebagai relawan. Itu sangat disayangkan sekali.
“Done is better than
perfect.”
– Sheryl Sandberg
Sebenarnya saya sangat ingin
memberikan lebih banyak informasi dengan menggunakan media video dan praktek
langsung, sehingga informasi yang didapatkan lebih mendalam. Namun dikarenakan
waktu dan situasi yang kurang mendukung saya merasa kewalahan. Jadi saya
memutuskan untuk melakukan apapun yang bisa saya lakukan, sehingga setidaknya
semua materi yang harus diberikan, sudah selesai diberikan sebelum batas waktu
yang ada. Untuk hal-hal yang ingin saya bagi selain itu, saya akan tetap
meberikannya semampu saya dikemudian hari. Semoga informasi-informasi yang saya
bagi ini dapat berguna bagi masyarakat sasaran dan orang di sekitarnya.
Link video dokumentasi :
https://drive.google.com/file/d/1RP1utQwzefs-jaWVgM_n4jE2OYcOHVlV/view?usp=drivesdk