Pengenalan Huruf Jepang Secara Offline

Don’t be afraid to give up the good to go for the great.

 John D. Rockefeller              

            Pengenalan huruf hiragana dan katakana yang dilakukan secara offline berlangsung dari tanggal 8 Juli. Rentang waktu yang digunakan lumayan lama,  dikarenakan harus dilakukan door to door dan dikarenakan ada program tambahan yang tidak direncanakan sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan dengan para masyarakat sasaran offline memiliki jumlah dan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan online. Walaupun melelahkan, ada begitu banyak hal menyenangkan dan menarik yang terjadi.

            Penganalan huruf Hiragana pertama kali saya lakukan bersama dengan kelompok 1 yang tediri siswa sd dan smp, Rara dan Ojis. Di sekolah Ojis ada pelajaran bahasa Jepang, sedangkan di sekolah Rara pelajaran bahasa Jepang tidak ada, namun kemungkinan di sekolah menengah nanti dia akan mendapatkan pelajaran bahasa Jepang.

            Mereka sangat bersemangat selama menjalani kegiatan pengenalan huruf Jepang.    Selama kegiatan pembelajaran Ojis sangatlah bersemangat, setiap menulis dia terlihat seperti orang yang dikejar sesuatu. Koreksi yang diberikan pun cukup sulit untuk diterapkan olehnya. Dia perti ingin cepat menguasai dan tidak sabaran. Berbanding terbalik dengan Rara adiknya, Ia sanagt tenang dan memperhatikan koreksi-koreksi yang diberikan. Perbandingan dari tulisan mereka juga terlihat cukup jelas. Ojis menulis tidak terlalu rapi dan terkesan terburu-buru. Rara sendiri, memiliki tulisan yang rapi dan niat. Namun dibandingkan dengan Rara, Ojis lebih aktif dalam bertanya.

            Kelompok kedua yang saya ajari secara offline adalah seorang anak SMA dan anak yang akan masuk SMA. Dibandingkan dengan kelompok pertama, kelompok kedua ini lebih sulit untuk dikumpulkan. Saya memang tinggal serumah dengan Intan yang merupakan sepupu saya, dikarenakan terjebak PPKM. Namun, dia memiliki kesibukan dan hal-hal lainnnya, sehingga pembelajaran sulit dilakukan. Rossi sendiri tengah mempersiapkan diri untuk menjalani MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) dan dia tidak bisa mengendarai sepeda motor sendiri, jadi harus saya atau Intan yang menjemputnya.

            Mereka berdua memiliki keseriusan dalam menulis huruf Jepang dan tertarik untuk mendalami lebih dalam. Namun dikarenakan waktu yang tidak tepat, kegiatan pembelajaran terpaksa terhenti, terutama untuk Rossi. Setelah kuis Hiragana, Rossi harus menjalani MPLS sehingga tidak mungkin baginya untuk mengikuti pelajran selanjutnya. Sedangkan Intan yang merupakan siswi SMA juga harus mengikuti pembelajran secara daring dan menerima cukup banyak tugas. Untuk Intan sendiri, pembelajaran terhenti hingga pengenalan huruf Katakana II dan dilanjutkan dengan pembelajaran 12 tenses.

            Itu adalah hal yang cukup mengecewakan. Maka dari itu, di hari terakhir Rossi mengikuti kegiatan, saya membuat kimchi lobak. Saat itu ada kelompok 1 dan 2.

            Dengan ini rencana awal dari pengenalan huruf Jepang secara offline udah terlaksana. Selama kegiatan berlangsung, ada hal yang cukup menghambat kegiatan yaitu penyesuaian waktu dari setiap masyarakat sasaran. Ini cukup menghambat karena saya harus menyesuaikan jadwal saya dan kedua masyarakat sasaran dalam tiap kelompok, yang menyebabkan jadwal saya jadi berantakan dan saya pun merasa kewalahan karena bingung dan penumpukan list kegiatan. Selain itu, fasilitas yang tidak mendukung di rumah masyarakat sasaran juga cukup membuat kegiatan terasa tidak efektif, misalnya saja meja yang cukup besar untuk 2 orang menulis secara bersamaan.

            Ini merupakan sebuah pengalaman yang bagus. Ternyata mengajari secara langsung itu jauh lebih melelahkan ketimbang memberikan pembelajaran secara online. Pembelajran offline jauh lebih menguras otak dan juga tenanga secara bersamaan. Tapi tentunya ini jauh lebih menyenangkan karena dapat berinteraksi secara bebas tanpa takut kuota habis, gedget panas, dan tentunya dapat melihat secara langsung progres dari peserta sasaran. Selain masyarakat sasaran, membuat tugas penulisan huruf dengan pendampingan saya, jadi kalau ada yang tidak mereka mengerti bisa langsung ditanyakan saat itu juga.

All we can do is the best we can do.

David Axelrod

            Walaupun ada kendala hingga tidak bisa terselesaikannya program kerja secara sempurna untuk 2 orang masyarakat sasaran offline, saya tidak terpuruk karenanya dan mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya. Lagi pula sekolah memang adalah prioritas utama seorang pelajar.

            Semoga dengan apa yang telah saya bagi kepada mereka dapat menjadi suatu hal yang berguna suatu saat nanti untuk pijakan di kehidupan mereka. Saya yakin, sesedikit apapun sebuah ilmu, setidak berhubungannya ilmu itu dengan kehidupan sekarang, sampai dipertemukan dengan ilmu tersebut pasti ada sebuah benang merah antara ilmu tersebut dengan kehidupan di masa depan.  

Tentang Penulis