Program Kerja Tambahan

“Do what you can, with what you have, where you are.”

 Theodore Roosevelt

            A. Pembelajaran 12 Tenses

            Selama menempuh pendidikan di bangku sekolah menengah atas, pelajaran yang paling sering saya dapatkan adalah Bahasa Inggris. Setiap hari dalam seminggu selalu ada pembelajaran Bahasa Inggris. Bahkan sudah menjadi mahasiwa Pendidikan Bahasa Jepang pun saya tetap mendapatkan pelajaran Bahasa Inggris. Saat itu saya berpikir,“Nothing came up without a reason”. Benar saja, saya ternyata memerlukan ilmu-ilmu yang telah saya dapatkan itu untuk membantu peserta sasaran saya, Intan Saraswati. Walaupun telah menjadi seorang siswi SMA kelas 2, ternyata akibat dari belajar dari rumah, motivasi belajarnya jadi menurun. Alhasil semua pengetahuannya tentang tenses yang dulunya tidak bermasalah, perlahan mulai bermasalah.

            Setelah mengukur kemampuan Intan lewat beberapa pertanyan dan menunjukkan beberapa contoh kalimat, saya berhasil memahami sampai mana ingatannya tentang Bahasa Inggris dasar. Selama kegiatan pembelajaran, saya memulai dari menjelaskan aturan-aturan  yang sama dengan tingkat sekolah menengah pertama. Saya mulai dari aturan perubahan “kata ganti” pada setiap penulisan subjek atau objek, penggunaan –s dan –es, dan penjelasan tentang present tense. Lalu terakhir saya melanjutkan pemberian materi tentang past tense dan perfect tense, dan tes kecil untuk melihat sampai mana Intan dapat mengingat materi-materi yang telah diberikan.

            Walaupun saya kira materi yang diberikan itu sangat mudah untuk diingat, tetapi ternyata Intan tetap memerlukan waktu lebih untuk benar-benar menguasai penggunaan dan mengingat rumus pada tenses, serta materi-materi yang diberikan sebelumnya.

            Dalam kegiatan pengajaran saya menggunakan media PPT yang sebelumnya pernah saya gunakan utuk mengajari seseorang tentang tenses juga. Namun PPT itu memiliki kekurangan yaitu materi yang terbaca hanya materi present tense saja. Untuk melengkapi itu saya menggunakan buku LKS yang digunakan oleh Intan.

           

            B. Zoom

Link video dokumentasi : https://drive.google.com/file/d/1RSAdwAP-2tJ_699Sy8zVSKl3fQqgbaKs/view?usp=drivesdk

            Zoom merupakan platform meeting yang sering digunakan selama masa pandemi ini untuk keperluan pribadi, bisnis, hingga pedidikan. Walaupun sebenarnya aplikasi ini sangat mudah untuk digunakan, namun ternyata tidak semua orang dapat mengerti bagaimana cara kerja dan fitur-fitur apa saja yang disediakan oleh Zoom.

            Bu Saryuningsih adalah seorang tenaga pendidik di sebuah TK dan ibu dari Rara dan Ojis. Ketika berkunjung ke sana untuk memberikan materi akhir pada Ojis dan Rara, beliau meminta saya untuk mengajarinya tentang cara penjadwalan dan fitur-fitur yang ada di Zoom. Ini hal yang sangat bagus menurut saya karena saya dapat menggunakan pengetahuan saya untuk orang yang membutuhkan.

            Saya memulai kegiatan dengan memperkenalkan fitur-fitur yang ada di Zoom dan bagaimana nantinya situasi saat memasuki room Zoom. Setelahnya saya memberitahukan bagaimana caranya untuk membuka WhatsApp di laptop. Awalnya saya kira Bu Yun sudah mengerti, tetapi ternyata Ia belum pernah menggunakan WhatsApp Web. Jadi saya harus memberitahunya dari awal. Beliau sangat hati-hati dan ingin belajar hingga Ia benar-benar bisa mandiri. Ini hal yang bagus, namun waktu yang diperlukan juga tidaklah sedikit. Suami beliau pun benar-benar mendukung istrinya untuk cepat bisa menguasainya, dari titik awal hingga akhir.

            Di hari Sabtu, hari kegiatan penggunaan Zoom, saya diminta untuk mengawasi jalannya kegiatan. Saya menyanggupinya. Saya datang lebih awal dari jadwal Zoom dikarenakan saya perlu mengarahkan apa-apa saja yang perlu dilakukan oleh Bu Yun, selain itu saya perlu mengatur beberapa hal karena ada masalah di audio laptopnya, sehingga beliau harus menggunakan smartphonenya untuk mendukung audio.

            10 menit sebelum kegiatan dimulai, saya ikut bergabung untuk memantau siapa-siapa saja yang hadir, mengambil dokumentasi, dan melihat bila misalnya ada kendala di video atau audio yang digunakan.

            Hal yang saya khawatirkan terjadi, Bu Yun lupa bedanya ikon mute dan unmute. Dikarenakan hal itu, para siswa tidak dapat menangkap intsuksi yang diberikan. Pekerjaan saya pun bertambah 1, saya harus beberapa kali memencet ikon mute dan menyesuaikan dengan keinginan dari Bu Yun. Saat itu, saya merasa cukup kewalahan karena suara Bu Yun yang terlalu keras dan saya harus mengawasi room juga. Selain itu, saya ada sebuah kegiatan perencanaan dengan Iwate University mengenai mahasiswanya yang ingin belajar Bahasa Indonesia.

            Syukurlah walaupun memakan waktu, Bu Yun dapat mengerti. Kalau dipikir-pikir kejadian hari itu sangatlah lucu dan menarik. Setelahnya rasanya sangat menyenangkan, saya merasa telah melakukan apa yang saya bisa dan kerja keras saya juga dihargai oleh Bu Yun dan keluarganya. Dibandingkan merasa lelah, saya lebih merasa bersemangat. Tapi tentunya sampai rumah, saya benar-benar merasa putus asa dengan rasa lelahnya.

“Don’t watch the clock; do what it does. Keep going.”

Sam Levenson

            Kedua program tambahan ini muncul dari permasalah yang dialami oleh masyarakat sasaran dan keinginan dalam diri masyarakat sasaran sendiri. Walaupun harus memaksakan diri sedikit, karena ada hal-hal lain yang harus dilakukan, saya tetap merasa senang dan bersyukur telah memutuskan untuk melaksanakan kedua program ini. Semoga kedepannya saya bisa melakukan hal yang berguna bagi orang sekitar dan juga diri saya. 

Tentang Penulis